Johan Syah sebagai pendiri Kerajaan Aceh Bandar Darussalam, dalam Majallah Al Araby terbitan Januari 1897 yang terbit di Kuwait. :...."Tempat yang mula mula masuk Islam, ialah ujung Sumatera bagian Utara pada tahun 55 M. (273 M) semasa Khulafaur Rasyidin; kerajaan Islam yang mula-mula berdiri di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara ialah, Kerajaan Islam Perlak pada tahun 225 H. (840 M.) di ujung paling Utara Sumatera dan rajanya yang pertama ialah Sulthan Alaiddin Syaiyid Maulana Abdul Aziz Syah; setelah itu, berdirilah kerajaan Aceh Bandar Darussalam yang berdasarkan Islam pada tahun 601 H (1205 M.) Kerajaan ini erat sekali hubungannya dengan negara-negara Arab dan menjalankan sepenuhnya hukum syari'at Islam dan rajanya yang pertama ialah Sulthan Johan Syah yang datang ke pantai-pantai Aceh untuk mendakwahkan Islam, hatta sebagian besar penduduknya memeluk Agama Islam.
Johan Syah memperisterikan seorang Puteri bangsawan negeri itu (Puteri Indera Kesuma, Puteri Mahkota dari Maharaja Indra Sakti, Raja Kerajaan Indra 6Purba. AH). Ia bergelar Seri Paduka Sultan dan Aceh digelari dengan sebutan Serambi Mekkah.
(Fotocopy Kutipan Halamanmajalah Al Arabi Kuwait
NASKAH MEUKUTA ALAM
(KONSTITUSI NEGARA ACEH DARUSSALAM)
Sumber: koleksi tengkuputeh.com
ASKAH MEUKUTA ALAM YANG DISALIN KEMBALI
DARI NASKAH ASINYA OLEH SAID ABDULLAH DI MEULUEK
SUMBER: KOLEKSI PERPUSTAKAAN TUN SRI LANANG,
LANTAI- 5, UKM - BANGI MALAYSIA
SEBAGIAN NASKAH MEUKUTA ALAM
(Disalin kedalam bahasa Melayu oleh Tan Sri Sanusi Juned,
blog Sanusi Juned. my.com)
istem dan struktur pemerintahan aceh begitu lengkap, mulai dari pengaturan
sektor pelayanan masyarakat sipil, sistem perundangan (qanun, resam, adat-istiadat dan
protokuler) sampai kepada pengaturan strategi militer yang dituangkan dalam “aceh code”
(konstitusi), sebagai ’rule of the game’ pemerintahan negara aceh. konstitusi ini mempunyai
kekuatan dan kepastian hukum mengikat terhadap seluruh warganegara. ”aceh code”
merupakan instrumen negara hukum yang memuat 21 ketentuan:
1. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh: lelaki lagi mukallaf dan bukan gila yaitu: hendaklah
membawa senjata ke mana-mana pergi berjalan sian- malam yaitu: pedang atau pisau panjang
atau sekurang-kurangnya rencong tiap-tiap yang bernama senjata.
2. tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai, meunasah dan pada tiap-tiap
tiang di atas puting di bawah bara, hendaklah dipakai kain merah dan putih.
3. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh yaitu bertani terutama lada dan lain-lainnya.
4. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh mengajar dan belajar pandai mas dan pandai besi dan
pandai tembaga beserta ukiran bunga-bungaan.
5. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh yang perempuan untuk mengajar dan belajar
membikin teupeuen (alat tenun) yang terbuat dari kain sutera dan kain benang, menjahit,
menyulam dan melukis bunga-bunga pada kain pakaian dan lain-lainnya.
6. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh belajar dan mengajar jual-beli dalam negeri dan luar
negeri dengan bangsa asing.
7. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh belajar dan mengajar ilmu kebal.
8. diwajibkankepada seluruhrakyat aceh yang laki-laki mulai taklif syara’ umur 15 tahun belajar
dan mengajar main senjata dan barang sebagainya.
9. diwajibkankepada seluruhrakyat aceh belajar dan mengajar ilmu agama islam syari’at nabi
muhammad s.a.w. atas mazhab ahlul-sunnah wal jamaah r.a.
10. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh menjauhkan diri dari belajar dan mengajar ilmu
kaum tujuh puluh dua yang di luar ahli sunnah wal jamaah r.a.
11. sekalian hukum syara’ dalam negeri aceh diwajibkan memegang atas jalan mazhab imam
syafi’i r.a. di dalam sekalian hal ikhwal syarak syariat nabi muhammad s.a.w. maka mazhab yang
tiga itu apabila mudarat maka dibolehkan dengan cukup syarat maka dalam negeri aceh yang
sahih syah muktamad memegang kepada mazhab syafie yang jadid.
12. sekalian zakat dan fitrah di dalam negeri aceh tidak boleh pindah dan tidak diambil buat
bagian mesjid-mesjid dan balai-balai, meunasah-meunasah, maka zakat dan fitrah itu hendaklah
dibagi delapan bagian, ada yang mutlak menerimanya masing-masing daerah pada tiap-tiap
10kampung, maka janganlah sekali-kali tuan-tuan zalim merampas zakat dan fitrah hak milik yang
mustahak dibagi delapan.
13. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh membantu kerajaan berupa apa pun apabila perlu
sampai waktu datang minta bantu.
14. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh belajar dan mengajar mengukir kayu-kayu dan
mengukir batu-batu dengan tulisan dan bunga-bungaan dan mencetak batu-batu dengan berapa
banyak pasir, tanah liat, kapur, air kulit dan tanah bata yang ditumbuk serta batu-batu karang
dihancur semuanya dan diayak.
15. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh belajar dan mengajar mengolah mas dimana-mana
tempatnya dalam negeri aceh.
16. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh memelihara ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik
dan ayam dan hewan lain yang halal dalam agama islam ada memberi manfaat pada umat
kepentingan manusia.
17. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh mengerjakan khanduri maulud nabi saw. tiga bulan
sepuluh hari lamanya supaya dapat sambung silaturrahmi kampung dengan kampung datang
mendatangi, kunjung-mengunjungi berganti makan khanduri maulud.
18. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh bahwa hendaklah pada tiap-tiap tahun mengadakan
khanduri laut yaitu: di bawah perintah amir al-bahar yakni panglima laut.
19. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh mengerjakan khanduri blang pada tiap-tiap kampung
dan mukim masing-masing di bawah perintah panglima meugoe dengan kejruen blang pada tiap
tiap kampung.
20. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh bahwasanya tiap-tiap pakaian kain sutera, benang,
payung dan barang sebagainya yang berupa warna kuning atau warna hijau tidak boleh
memakainya kecuali yang boleh memakainya yaitu: kaum bani hasyim dan bani muthalib yakni
sekalian syarif-syarif dan shaikh-shaikh yang turun temurun silsilahnya dari saidina hassan dan
saidina husin keduanya anak saidatina fatimah zahra ‘nisa’ al-alamin alaihissalam binti saidina
rasulullah nabi muhammad saw, dan warna kuning dan warna hijau yang tersebut dibolehkan
memakainya yaitu sekalian kaum keluarga ahli waris kerajaan aceh sultan yang raja-raja dan
kepada yang telah diberi izin oleh kerajaan dibolehkan memakainya kepada siapa-siapa pun.
21. diwajibkan kepada seluruh rakyat aceh bahwa jangan sekali-kali memakai perkataan yang
cap kerajaan, pertama titah, kedua sabda, ketiga kurnia, keempat nugrahi, kelima murka,
keenam daulat, ketujuh sri paduka, kedelapan harap mulia, kesembilan paduka sri, kesepuluh
singgahsana, kesebelas tahta, keduabelas duli hadarat, ketigabelas syah alam, keempat belas sri
baginda, kelimabelas permaisuri,
CAP SIKUREUNG (STEMPEL) NEGARA ACHEH DARUSSALAM SEBELUM BELANDA
MENYERANG KESULTANAN ACHEH DARUSSALAM
CAP WALI NANGGROË VERSI MALIK MAHMUD
KONSTITUSI/MEUKUTA ALAM (QANUN AL-ASYI) NEUGARA ACHÈH DARUSSALAM
RAGAM BENTUK BENDERA NEGARA ACHEH DARUSSALAM
SEBELUM PERANG MELAWAN BELANDA
BENDERA NEGARA ACHEH DARUSSALAM (1976 – SEKARANG )
MATA UANG ACHEH DARUSSALAM SEBELUM PERANG
MELAWAN BELANDA DAN JEPANG
TAPAL BATAS WILAYAH BERDAULAT NEGARA ACHEH DARUSSALAM YANG DIAKUI OLEH DUNIA INTERNASIONAL ( TURKI, ENGGERIS, BELANDA, PERANCIS, PERTUGAL, SPANYOL DAN AMERIKA SERIKAT ). PETA INI DILAKAR OLEH PERANCIS
La Grand Encyclopedie. Showing imperium (the territorial borders of the Negara Acheh
Darussalam Sultanate) sketched by the Kingdom of France in the 16th century.
FULLERTON & CO. LONDON, DUBIN & EDINBURGH, 1890
TAPAL BATAS WILAYAH BERDAULAT NEGARA ACHEH DARUSSSALAM YANG DISUSUN
OLEH KOLONIAL INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 1956
DAN UU OTONOMI KHUSUS NO. 24 TAHUN 1956.
HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTARA ACHEH DARUSSALAM DENGAN NEGARA LUAR
HUBUNGAN DIPLOMATIK ANTARA ACHEH DARUSSALAN DENGAN TURKI
HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN BELANDA
TERJEMAHAN:
SURAT DIPLOMATIK DARI PRINC MAURITS DE NASSAU (BELANDA)
KEPADA SULTAN ACHEH DARUSSALAM
Sri Baginda yang Mulia dan yang Mahakuasa,
Tahun yang lalu, tahun 98, atas perintah kami bertolaklah dari Provinsi Serikat dua
kapal dagang untuk berniaga di Hindia Timur mereka pulang tanggal 15 Agustus tahun ini
melaporkan sambutan baik Sri Baginda serta kemurahan yang dilimpahkan Sri Baginda waktu
mereka sampai di kerajaan Sri Baginda, sehingga dengan mengandalkan persahabatan itu
mereka terus berdagang secara jujur dan sesuai dengan watak dan adat bangsa kami;
Tetapi waktu orang Portugis sebagai hamba Raja Spanyol dan musuh Provinsi
provinsi kami mendengar kapal-kapal tersebut aman di bawah lindungan titah Sri Baginda, maka
mereka menyebarkan fitnah dan menipu Sri Baginda dengan tuduhan falsu bahwa pedagang
pedagang tersebut sebenarnya bajak laut yang bermaksud menjarah negeri dan rakyat Sri
Baginda. Oleh kerana itu Sri Baginda memenjarakan Fadrique Outman, kapten salah sebuah
kapal, beserta beberapa pelaut; hal itu telah diadukan kepada kami. Namun kami percaya akan
itikad baik serta keagungan Sri Baginda; maka kami mempunyai harapan bahwa Sri Baginda
telah mentitahkan supaya mereka mendapat perlakuan yang baik, seperti ternyata telah
diberikan kepada pedagang-pedagang yang telah pulang dari negeri Sri Baginda dan yang
sekarang ini kembali ke negeri Sri Baginda dengan kemauan bebas; kami harapkan perlakuan
yang sama akan diberikan pula kepada mereka yang masih ditawan. Kami juga menerima berita
tentang perang yang dilancarkan oleh orang Portugis terhadap negeri Sri Baginda atas perintah
Raja Spanyol dengan maksud merampas kemerdekaannya dan memperhambakannya seperti
mereka usahakan di Provinsi-provinsi kami selama lebih dari 30 tahun berturut-turut, tapi Tuhan
tidak mengizinkannya. Sebaliknya kami melawan mereka dengan senjata dan sekarang ini pun
perang masih kami lanjutkan.
Dengan memohon supaya Sri Baginda tidak mempercayai perkataan orang Portugis
dan mulai hari ini tidak mencurigai lagi pedagang yang bertolak dari negeri kami untuk berniaga
25dengan kerajaan Sri Baginda, maka kami beri perintah dan kuasa kepada yang membawa surat
ini, yaitu empat orang kapten yang bernama Cornelio Bastiaensen, Yuan Tonneman, Matheo
Anthonisa dan Cornelio Adrianss beserta empat orang komisaris yang bernama Gerit de Roy,
Lorenco Begger, Juan Jacobuss dan Nicolao van der Lee, supaya dengan empat kapal dan atas
nama kami berdagang kembali dengan Sri Baginda dan rakyat Sri Baginda, dengan perlindungan
yang akan mereka perlukan melawan musuh; dan dengan tujuan ini mereka membawa surat
perintah dan kuasa yang selayaknya. Mereka juga kami titipi untuk Sri Baginda beberapa hadiah
yang sedang digemari di negeri kami, sebagai tanda keinginan kami untuk menjalin hubungan
persahabatan dengan Sri Baginda. Kami memohon supaya hadiah tersebut diterima dengan
setulus hati yang mengirimnya. Akhirul kalam kami memohon kepada Tuhan supaya Sri Baginda
selalu selamat dan makin berkuasa sesuai dengan harapan kami.
Dari Den Haag di negeri Belanda, 11 Desember 1600.
Kami cium tangan Sri Baginda
Hamba Baginda
Maurice de Nassau
Sumber: Denys Lombard, Kerajaan Acheh. Zaman Sultan Iskandar Muda [1607-1636], 1986




