Kisah ini mengajarkan dan
mengabarkan kepada umat Islam, tentang betapa rapuhnya kekuatan orang Islam.
Mengapa boleh terjadi? Karena FPI tidak memliki epicentrum kekuasaan untuk
membela diri. Di atas segala-galanya, terlepas daripada pertimbangan apapun, pemerintah pada akhirnya tetap pada pendirian dan
memutuskan bahwa FPI merupakan ormas terlarang, oleh sebab kegiatan FPI dinilai
bertentangan dengan hukum. "Sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas
yang melanggar ketertiban dan keamanan, dan bertentangan dengan hukum seperti
tindak kekerasan, sweeping atau razia sepihak, provokasi dan sebagainya, Terhitung mulai hari ini, Rabu (30/12), semua
kegiatan yang mengatasnamakan FPI dihentikan.”[1] Klimaksnya, Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan oleh pemerintah pada
30 Desember 2010. "Pemerintah
melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan
FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik sebagi ormas maupun sebagai organisasi biasa." Sebagai ormas
Islam, FPI memiliki slogan perjuangan: Amar Ma'ruf Nahi Munkar (menegakkan yang benar dan mencegah perilaku buruk)
sebagai ruh organisasinya. [2]
Gerakan politik Islam di
Indonesia dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti gerakan pembaruan yang
tumbuh di Timur Tengah yang digerakkan oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab di
Jazirah Arabia dan Pan Islamisme Jamaluddin al-Afqhani, Muhammad Abduh dan
Rasyid Rihda yang kesemuanya berhulu dari pemikiran Ibnu Taimiyah, diransang
oleh kemajuan bangsa barat dalam bidang sains dan teknologi pada masa
renaissance dan kemerosotan negara-negara arab yang mengalami kemunduran diera
imperealisme. [3] Dinamika yang terjadi di Timur Tengah ini juga memberi pengaruh terhadap
perkembangan gerakan Islam di sejumlah negara di dunia termasuk juga Indonesia.
Pola pengaruhnya dapat dikelompokkan kedalam tiga pola, yaitu modernisme, revivalisme dan tradisionalisme.[4] Dirakit dari alam pandangan pemikir Islam di atas,
dirumuskanlah Risalah Historis dan Garis Perjuangan
FPI, yang pertimbangan pendirian FPI. Pertama, adanya penderitaan panjang yang
dialami umat Islam Indonesia sebagai akibat adanya penyelenggaraan HAM yang
dilakukan oleh oknum penguasa. Kedua, adanya kewajiban bagi setiap
muslim untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat
Islam. Ketiga, adanya kewajiban bagi setiap Muslim untuk dapat
menegakkan amar ma‘rûf nahi munkar.[5] Sementara itu, tujuan pembentukan FPI adalah menerapkan Syariat Islam secara Kaaffah di bawah naungan Khilafah
Islamiyyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan da’wah, penegakan
hisbah dan pengamalan jihad.[6]
serta untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan
umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.
Konsep yang dibentang tentang bagaimana membangun peradaban masyarakat yang bermartabat mulia berteraskan nilai-nilai Islami), telah pun diperagakan oleh HTI dari pertengahan tahun 1998 - 2010, yang pada akhirnya diberangus, dibungkus dengan kain kafan dan dikebumikan oleh penguasa sekular. Dari sudut politik dan akademik sungguh mudah jawabannya, yaitu HTI tidak memiliki EPICENTRUM (pusat kekuasaan) yang merdeka dan berdaulat di bawah kepemimpinan khilafah yang bertugas melindungi dan bertanggung-jawab untuk menerapkan syari´at Islam secara kaffah. Indonesia bukanlah negara berdasarkan syari´at Islam, melainkan berdasarkan Pancasila, yang diakui menghormati agama Islam, akan tetapi bukan sebagai ad-Din (konsep berbangsa dan bernegara), karena konstitusi dan hukum positif yang berlaku, melarang secara tegas eksistensi dan penerapan hukum Islam di Indonesia. Tegasnya, dari sudut pandang manapun, HTI (ormas keagamaan) tidak ada hak dan tidak mungkin memanfaatkan tanah Indonesia untuk bertanam syari´at Islam secara kaffah. Umat Islam di Indonesia cukuplah diatur dengan hukum Islam dalam urusan waris, nikah dan muamalah (kemasyarakatan, pendidikan dan toleransi); tetapi tidak dalam urusan siashah dan jenayah. Kebijakan yang demikian, sudah diterapkan semenjak pemerintahan kolonial Belanda, Jepang dan kini disambung oleh pemerintah Indonesia. Lantas, buat apa HTI bernafsu untuk berhujah dengan penguasa berhaluan nasionalis? Ini perbuatan mustahil dan mubazir. Merujuk kepada sejarah, bukankah upaya untuk memberlakukan syari´at Islam sudah diperjuangkan oleh lima tokoh pro-Islam {Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim} versus tiga pro nasionalis {Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. Mohammad Yamin Abikoesno Tjokrosoejoso} dan seorang Nasrani {Mr. Alexander Andries Maramis} semenjak tahun 1945 lagi, lewat rumusan Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Akan tetapi segalanya gagal dan mental memberlakukan positif yang berjiwa nasionalis. FPI yang kini berubah entitas kepada Front persaudaraan Islam (FPI) sudah memikirkan alternatif bagi memastikan epicentrum yang pasti-pasti sebagai pusat kekuasaan. Pada pandangan penulis, FPI tidak mungkin menetapkan KAMPUNG PETAMBURAN, Jakarta Barat; sebagai epicentrum Islam di kawasan Dunia Melayu, oleh sebab kawasan itu tidak memiliki record sejarah dalam memperjuangkan Islam; lebih dari itu, Petamburan tidak berarti apa-apa di mata penguasa Indonesia. Lupakaan saja Petamburan..... Lupakan saja Indonesia; marilah bersama kita memperjuangkan eksistensi NEGARA ACHEH DARUSSALAM sebagai pemantik, sekaligus menjadi epicentrum Islam di kawasan Dunia Melayu, bahkan Asia Tenggara.
BAGIAN KELIMA:
UMAT ISLAM ITU SIAPA DAN APA YANG MESTI DILAKUKAN SEKARANG?
Untuk merespons fenomena sosial politik internasional, generasi muslim sekarang tidak boleh terperangkap kedalam fahaman siasah yang sempit tanpa menggunakan pisau analisis yang tajam bahwa, kehadiran Imam Mahdi tidak boleh disikapi dengan cara berpangku tangan, sembari menunggu kedatangannya. Yang mesti dipikir dan dirancang dari sekarang adalah, segera bertindak cepat melahirkan figur mujaddid di setiap negara berdaulat berbasis Islam, tampil menjadi pelopor kebangkitan Islam, merumuskan syari´at Islam yang bersumber dari Al-Qur´an, Hadits dan Ijtihad (Ijmah-Qiyasy) sebagai landasan utama mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Di tengah-tengah situasi demikian, tiba masanya untuk berbai´at: menyatakan ta´at-setia kepada kepemimpinan Imam Mahdi. Dalam literatur Islam dikhabarkan bahwa, seusai Imam Mahdi hadir di tengah-tengah umat Islam dan setibanya di Damsyik Suriah, akan mengikat Perjanjian Damai dengan golongan Nasrani Rumawi (Eropah), membentuk aliansi (berkoalisi) untuk bersama-sama menghancurkan musuh yang berada di belakang mereka (Yahudi Israel). ”Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatan dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (Q: surat al-Maidah, ayat 82) Aliansi ini disepakati, ketika Imam Mahdi sudah muncul, memimpin dan memenangkan peperangan di Jazirah Arab melawan kemunafikan, memerangi Persia, Rum dan Dajjal. Sehubungan dengan kehadiran Dajjal –sang provokator, penyebar fitnah dan aktor yang membuat kefasikan di atas permukaan bumi, secara simbolik dikatakan: ”... Pada hari datangnya sebagian dari tanda-tanda Tuhanmu itu, tidak berfaedah lagi iman seseorang yang tidak beriman sebelum itu atau yang tidak berusaha mengerjakan kebaikan mengenai imannya..." (Q. surat Al-An’aam, ayat 158) Disepakati oleh beberapa pakar tafsir bahwa, ayat ini merujuk atau menunjuk kepada kehadiran Dajjal di akhir zaman. Demikian pandangan beberapa pakar tafsir, seperti Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H; Tafsir Ibnu Katsir (Ringkas)/Fathul Karim Mukhtashar Tafsir al-Qur'an al-'Adzhim, karya Syaikh Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin, professor fakultas al-Qur'an Univ Islam Madinah dan Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah.
Berbeda
halnya dengan Hadits, yang teksnya jelas mengisahkan tentang eksistensi dan
durasi hidupnya Dajjal di permukaan bumi hanya
40 hari saja. Akan tetapi, 40 hari yang dimaksud, lamanya tidak sama seperti
hari-hari yang kita rasakan sekarang. Para sahabat pernah bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang lama waktu Dajjal tinggal di bumi. "Wahai
Rasulullah, berapa lama Dajjal akan tinggal di bumi?" Rasulullah SAW menjawab: "Empat puluh hari. Satu hari itu
bagaikan satu tahun, satu hari lainnya bagaikan satu bulan dan satu hari
lainnya bagaikan satu Jum'at. Sedangkan hari-hari lainnya bagaikan hari-hari
kalian." Dalam rentang
masa itu "kekuasaan
Dajjal merebak ke seluruh pelosok dunia dengan sangat cepat. Tiada yang
terselamat dari amukan atau asakan tentera Dajjal, selain Makkah dan Madinah.
Seluruh dunia pada masa itu diselubungi ketakutan."[8] Dalam Hadits lain disabdakan: "sesungguhnya
Dajjal berada di bumi selama empat puluh pagi dan akan mendatangi setiap rumah
di padang sahara, akan tetapi tidak mendekati empat masjid, yaitu Masjidil
Haram, Masjid Nabawi di Madinah, Masjid Thur dan Masjidil Aqsa di Palestina." (HR
Ahmad). Rasulullah saw menambahkan: “Aku memohon perlindungan
dengan-Mu dari kikir dan malas, seburuk-buruk usia (pikun), siksa kubur, fitnah
Dajjāl serta fitnah kehidupan dan kematian.”[9] Dajjal memiliki kemampuan yang luar biasa hebat. „Untuk
menipu manusia Dajjal mempunyai kemampuan menghidupkan orang mati, menurunkan
hujan, menumbuh-suburkan tanaman, membawa makanan dan minuman kepada orang yang
sedang kelaparan dan lainnya.“[10] Situasi pada masa itu "semua
manusia akan melarikan diri dari Dajjal ke puncak-puncak gunung." (Hadis Riwayat Muslim).
Sesudah
menyimak, memahami dan menganalisis teks-teks Hadits berhubung Dajjal, maka
pada pandangan penulis, Dajjal adalah sebuah gerakan politik berskala
internasional yang dirancang dan digerakkan secara tersusun, terstruktur,
terukur dan sistematis oleh sebuah rezim penguasa zalim di akhir zaman, yang
bertujuan untuk menguasai semua aspek kehidupan manusia, dikendalikan secara
profesional dengan menggunakan perkakas politik super-modern; yang kapasitas, fasilitas dan kualitasnya
melebihi kemampuan daya fikir manusia biasa. Rezim tersebut berkolaborasi
dengan Yahudi-Israel. Rentang masa agenda rezim fasikun ini dikerjakan dalam
rentang masa 40 tahun lamanya sebagaimana sudah disentuh di atas. Penulis
sengaja menggunakan alat ukur masa terlama 40 tahun; bukan satu bulan, bukan
satu Jum´at dan bukan pula sehari
sebagaimana yang kita rasakan sekarang.
Jika mengikut pada periwayatan kehadiran Dajjal, maka ianya bermula ketika kehadiran
Imam Mahdi, Dajjal dan Nabi Isa al-Masih di Damsyik, Suriah. Pertanyaannya:
bilakah peristiwa itu terjadi? Ini hak prerogatif Allah yang menentukan. Yang
boleh kita lakukan adalah, memahami, menafsir dan menganalisis tanda-tanda
akhir zaman mengikut teks-teks Hadits Rasulullah. Namun begitu, jika mau jujur,
sebetulnya sebagian dari tanda-tanda akhir zaman itu, sudahpun terbukti satu
demi satu, sebagaimana sudah dipaparkan di atas. Di atas segala-galanya, ketika sedang berada di tapal
batas rahasia akhir zaman; kita percaya sepenuhnya pada dalil mengenai
tanda-tanda akhir zaman ataupun hari kiamat pasti terjadi. Namun begitu,
informasi tentang kehadiran Imam Mahdi, umat Islam perlu waspada, oleh sebab
ramai dari umat Islam terperangkap dengan isu-isu yang berlebihan mengenai Imam
Mahdi. Umpamanya „pada 20 November 1979, telah berlaku pendudukan terhadap
Majidil Haram oleh sekelompok orang
Islam yang terdiri dari ratusan personil bersenjata, mengaku dan mendakwa bahwa
Imam Mahdi –yaitu Muhammad bin Abdullah Alqahtani– akan segera dibay´at dalam kawasan Ka´bah,
Masjidil Haram. Kelompok makar yang dipimpin oleh Zuhaiman Ibn Muhammad Said
Utaubi, melancarkan serangan bersenjata dan menguasai Masjidil Haram selama dua
minggu.
Untuk
merebut kembali kedudukan Masjidil Haram dari pasukan penceroboh, telah terjadi
kontak senjata. Dipastikan seramai 127 orang pasukan keamanan Saudi Arabia
menjadi korban jiwa, 451 orang cedera luka-luka; sementara dari pihak
pemberontak (yang mengaku kelompok Imam Mahdi), didapati seramai 117 mati
menjadi korban dan 68 orang dihukum mati oleh Mahkamah Saudi Arabia pada 9
Januari 1980.
Begitu juga dengan „peristiwa dialami oleh ratusan jama´ah Umrah dari
Malaysia pada pertengahan tahun 2023, yang sengaja datang ke Madinah untuk
menyambut kedatangan Imam Mahdi. Pertimbangan dan alasannya sudah pasti merujuk
kepada Hadits Rasulullah yang berbunyi: “Ketika
kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya
walaupun mesti datang merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya
beliau adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4074). Setelah beberapa lama mereka
menunggu, figur Imam Mahdi tidak juga mucul. Setelah jama´ah ini kehabisan
persiapan makanan dan biaya hidup, mereka terdampar percuma di Madinah
al-Munawwarah. Akhirnya kembali ke Malaysia dengan harapan hampa dan perasaan
kecewa. Kami berjmpa dengan mereka.“[11] Selain itu di beberapa negara
yang penduduknya ramai muslim, kerap terjadi dimana seseorang berani mengaku
dirinya sebagai Imam Mahdi, sehingga ramai umat Islam tersesat. Selain itu „dikenal
pasti sejumlah 300 orang mengaku sebagai Imam Mahdi, yang ujung-ujungnya
dijobloskan ke dalam penjara. Peristiwa ini terjadi peristia di Iran“[12]
Dari
sudut pandangan akademik, dapat dipastikan bahwa, pemicu dari berlakunya
peristiwa tersebut semata-mata berpunca dari kesalah-fahaman mengenai kehadiran
Imam Mahdi yang disikapi secara emosional dan ta´assuf yang berlebihan, tanpa
ilmu pengetahuan tentang eskatologi Islam yang mencukupi. Ini realitas yang
sungguh ´aib dan memalukan. Hanya Allah
penentu segala-galanya; tiada siapa pun yang dapat menangguh atau mempercepat
terjadinya hari kiamat. Hanya saja umat Islam tidak boleh terbelenggu dengan
perasaan takut, stress dan depressi pada kepastian berlaku kiamat. Rambu-rambu
akhir zaman yang diperkenalkan lewat Hadits, berguna untuk difahami,
dianalisis, sekaligus memotivasi agar supaya keimanan kita semakin tegar dan
bergairah untuk berlomba-lomba melakukan amal kebaikan dan berkreativitas (wata´awwanu
´alal birri wa taqawa). Ada yang berpandangan bahwa, di era sekarang umat
Islam mesti melakukan tiga perkara –berupaya menjadi ahli tauhid, memajukan
gerakan Da´wah dan jihad serta membebaskan Masjidil Aqsha– {Ustadz Andri
Kurniawan, Proyek Besar Umat Di Akhir
Zaman. GOSAM TV.} Agenda kolektif umat
Islam sedunia sudah jelas, yakni, mempertjuangkan dan menetapkan Masjidil
Aqsha-Palestina sebagai EPICENTRUM ISLAM SELURUH DUNIA. Agenda ini bukan dikemas dalam peti besi,
melainkan berjuang untuk mewujudkan; terlepas dari agenda Yahudi Israel
(Dajjal), yang juga mempunyai obsesi yang sama, yaitu meletakkan Solomon
Temple sebagai EPICENTRUM DAJJAL (Yahudi Israel) di tapak Masjidil
Aqsha sekarang. Kedua-dua kepentingan politik ini pada saatnya nanti akan
bertarung di atas gelanggang bumi Palestina, sekaligus menjadi klimaks dari
semua rèntètan peristiwa perang dalam tamadun manusia. Untuk itu bangsa
Palestina (khususnya penduduk di wilayah Gaza) tidak mau bersikap pasrah dan
menyerah kepada takdir. Palestina adalah bangsa yang memiliki pandangan
prospektif tersendiri yang khas dan uniq. Berbekal
firman Allah yang berbunyi: „Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk
menghadapi mereka mengikut kesanggupanmu dan dari pasukan berkuda yang dapat
menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya,“ (Q: Surat Al-Anfal, ayat
60) dan „Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik
untuk dirimu.“ (Q:
Surat Attagabun, ayat 16).
Ditmabah lagi dengan kecerdasan (intellligence) yang dimiliki, mereka
berhasil menggapai kemenangan-kemenangan yang menentukan di medan perang Gaza
dan Rafah melawan IDF (musuh Islam), sebagaimana sudah disentuh di atas.
Maksudnya untuk:
-
Menemukan semula identitas bangsa dan menempatkan Palestina sebagai sebuah
negar a merdeka dan berdaulat.
-
Mendaulatkan dan memurnikan
syari´at Islam dari segala bentuk perusakan aqidah serta melestarikan budaya
dan adat-istiadat.
-
Merawat dan mengabadikan
keagungan historis Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha.
-
Membangun tatanan ekonomi
nasional. Untuk itu perlu menguasai dan memanfaatkan hazanah kekayaan alam
sebagai karunia Allah – minyak, Gas, dll.
-
Mewujudkan kesejahteraan,
keamanan dalam negeri dan kedamaian dunia.
-
Menyediakan fasilitas perumahan
layak huni kepada penduduk di wilayah Gaza khususnya dan di seluruh wilayah
Palestina umumnya.
-
Melahirkan Angkatan tentara yang
diciplin, terlatih, ta´at beribadah, patuh kepada arahan pemimpin/komandan,
berakhlak mulia, cerdas, tangkas, berani dan profesional.
-
Menyusun sistem Pendidikan dan
sylabus pendidikan berteraskan Islam yang diajarkan mulai dari peringkat Taman
kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi. Untuk itu, Gaza kini memiliki Universitas
Islam Gaza yang didirikan pada tahun 1978, memiliki 17.101 Mahasiswa, 218
Mahasiswa berarasl dari luar negeri, 486 tenaga pengajar. Dari institusi
Pendidikan Tinggi inilah menghasilkan sebagian besar dari 30.000 pejuang Hamas,
yang dikenal pasti 30% dari seluruh pejuang ini menyandang gelar Doktor dan
diwajibkan kepada pasukan khusus menghafal Al-Qur´an.
Gedung Universitas Islam Gaza
Beginilah caranya bangsa
Palestina menyikapi dan menghadapi realitas hidup. Untuk memahami eskatologi Islam dan menyambut kedatangan Imam Mahdi di
akhir zaman, bukan bersikap pessimistic, menunggu, menyerah kepada takdir
dengan berpangku tangan. Biarlah Imam Mahdi hadir menyapa
dan hari kiamat menjelma, tatkala umat Islam sedang gigih beramal bakti,
mencari karunia dan mengharap redha Allah. Beramal, walaupun sedetik lagi
kiamat akan terjadi!
Akan
halnya dengan pemikiran eskatologi Islam Dunia Melayu, ianya mesti diiringi,
diimbangi dengan tindakan agresif dan peka terhadap segala bentuk perubahan
yang berlaku. Umat Islam dituntut supaya jeli, cerdas membaca tanda-tanda zaman
dan tangkas, jika tidak: bersiaplah untuk digilas! Aspek sosio-kultural,
ekonomi dan politik, termasuk pertarungan memperebutkan tempat terhormat dalam
peradaban dunia internasional mesti menjadi tumpuan perhatian. Hasil pemikiran
in telektual muslim di masa silam, ternyata diakui dan diadopsi oleh dunia
Barat dan dengan karya-karya itu pula mereka maju ke tahap sepertima disaksikan
sekarang. Ironisnya, di kalangan umat Islam sekarang, justeru terjadi
kemerosotan berfikir. Kini saatnya bangkit berkontestasi dengan ilmuan non-muslim
untuk melahirkan karya-karya ilmiah dalam pelbagai disciplin ilmu pengetahuan,
sekaligus mempengaruhi dan merebut pasaran seluruh dunia, menciptakan
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, terlindung, terjamin keselamatan dan
kesehatan. Sudah tiba masanya menawarkan dan mempengaruhi, supaya hasil karya
ilmuan Islam menguasai pasaran ekonomi dunia. Betapa tidak! Bayangkan saja, dari
8.005.176.000 jiwa penduduk dunia {data tahun 2024}; 2, 2 milyard di antaranya adalah
orang Islam, yang secara ekonomis hanya sebagai penikmat hasil produksi dari
Barat, China, Jepang dan Korea Selatan. Posisi umat Islam dewasa ini mesti
ditukar dari masyarakat bermental konsumen kepada masyarakat produsen.
Diakui
bahwa kontribusi pemikiran dari pemikir-pemikir muslim di zaman keemasan Islam,
menyimpan sejuta rahasia yang belum seseluruhnya diungkap dan didiskusikan
dalam forum ilmiah. Kewajiban generasi sekarang untuk mengangkat ke permukaan,
oleh sebab „ianya
menjadi contoh yang sangat baik, bahwa peradaban itu saling bersanding
(berkontribusi) dan tidak bertanding (bukan berbenturan). Di sini, pemimkiran
para ilmuwan mesti mampu melintasi tapal batas negara dan bahkan agama menuntun
supaya manuasia dapat bekerja sama dengan baik. Ini sebagai ilustrasi
kosmopolitanisme dalam Islam. Sejarah awal Islam memperlihatkan bahwa, ajaran Islam
bersifat terbuka dan inklusif. Di atas alasan inilah Islam diterima dalam
peradaban manusia sejagat.[13] Secara
analogis dapat ditafsirkan bahwa, jika generasi awal muslim berjaya memberikan
sumbangsih ilmu pengetahuan kepada kemajuan tamadun dunia: mengapa generasi
kita tidak! Untuk itu, kecerdasan
(intelligence), keteguhan iman, moral dan etika dipakai sebagai
barometer untuk mengukur tingkat kemajuan peradaban masyarakat Melayu. Oleh itu, perlu pendefinisi-an
dan tafsiran hermeunetik terhadap eskatologi Islam bagi memahami rangkaian keyakinan umat muslim bahwa, akan terjadi
rotasi perputaran sosio-politik –sistem imamah–
setiap 100 tahun sekali, dimana kemegahan Islam akan bersinar kembali.
Seiring dengannya, melahirkan seorang khalifah lewat pemberian legitimasi,
bukan untuk dipertaruhkan.
Bagi kita –eskatologi Islam Dunia Melayu dimaknai, bukan sebatas
keniscayaan, melainkan juga sebagai sebuah kemestian– menghadapi tantangan masa
depan. Di atas segala-galanya umat muslim mesti sadar bahwa diri mereka adalah UMAT
YANG TERBAIK! sebagaimana difirmankan: „kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah...“ {Q: Surat Ali Imran, ayat 110}. Eksistensi dan predikat
ini mesti dimanfaatkan secara maksimum, berani berkontestasi dalam semua linie
disciplin ilmu pengetahuan dengan pihak manapun. Taraf kualitas berfikir mesti beyond
of mind dari yang mampu difikir oleh orang lain. Lebih dari itu, menjadi
kahalifah berkepribadian mulia, menjadi tauladan, terpuji, sekaligus memiliki
authoritas „menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.“ Peran dan tugas ini memang bukan berlaku umum, melainkan ditujukan kepada
sesiapa yang memiliki kepakaran mengikut disciplin ilmu pengetahuan yang
dikuasai. „Dan hendaklah di antara kamu ada
segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.“ (Q: Surat Ali
Imran, ayat 104). Pendakwah sekaliber Syèkh Ahmad Deedat dan Dr. Zakir Naik dan
Sabeel Ahmed umpamanya; dengan berbekal ilmu pengetahuan sejarah, politik,
hukum, sosiologi, psykhologi dan perbadingan Kitab suci, seperti Taurat,
Nevi'im dan Ketuvim (Kitab suci agama Yahudi), Veda (Kitab suci agama Hindu), Tripitaka (Kitab suci
agama Budha) Injil (kitab suci agama Nasrani dan Al-Qur´an (Kitab suci agama
Islam); ketiga-tiga ilmuan muslim ini berani bertandang di gelanggang lawan dan
mampu berdebat dengan mengadepankan hikmah hingga mengguncang keyakinan umat
non-Islam dengan kejituan dalil-dalil yang termaktub dalam Kitab Suci tersebut,
digunakan sebagai acuan berhujah. Jumlah Pendakwah, Ulama dan Pemikir, khalifah, termasuk pencipta teori, filosuf, budayawan,
sasterawan, dokter, astronom dan tehnolog, bilangannya tidak perlu ramai, sebab
yang dituntut adalah kualitas, kemampuan berdebat dan berorasi. Hal ini merupakan upaya membangun politik Islam “untuk
mendapatkan ridha dan pahala
dari Allah SWT
melalui kepatuhan terhadap hukum-hukum yang diajarkan oleh
Allah dan rasulnya. Untuk
menciptakan masyarakat yang
baik, Islam mengajarkan bahwa
negara mesti dibangun
di atas acuan (asas) aqidah Islam,
dimana seorang pemimpin
tidak hanya karena kepribadiannya, akan tetapi juga
kemitmennya menjamin pelaksanaan
syariah Islam secara menyeluruh.[14] Oleh itu, “proses pembuatan undang–undang di negara Islam berada di bawah tanggung jawab pemimpin
atau khalifah. Proses
pembuatan undang-undang pun mesti
melalui metode yang sudah ditetapkan oleh hukum syariat. Dalam proses
pemilihan pemimpin, proses
musyawarah adalah suatu hal yang mutlak untuk dilakukan oleh umat atau
perwakilannya di majlis
syura atau ahlul
halli wal aqdi.”[15]
Sesudah meretas –eksistensi,
kedaulatan, epicentrum dan eskatologi Islam– maka tibalah pada kesimpulan bahwa, apapun
bentuk perlawanan untuk menegakkan kebenaran, ianya tidaklah terlepas unsur
perpaduan, seperti keteguhan iman, ilmu pengetahuan, moralitas, integritas,
melindungi dan mempertahankan negara, menggalang dana/modal, menguasai tehnologi
media sosial, menolak segala bentuk dan kaedah kolonialisme, menjaga seluruh
sumber kekayaan alam, kecakapan memimpin dan epicentrum, merupakan komponen
dari mozaik bangunan tamadun Islam yang indah, hinggakan musuh Islam merasa
cemburu. Dalam konteks inilah bangsa Acheh berjuang untuk:
-
Meletakkan semula status Acheh Darussalam sebagai sebuah negara merdeka dan
berdaulat.
-
Memansukhkan semua bentuk dan kaedah kolonialisme, seperti hukum positif,
ideologi negara dan fahaman nasionalisme yang berseberangan dengan syari´at
Islam.
-
Mewujudkan pemimpin nasional.
-
Mendaulatkan syari´at Islam sebagai hukum positif nasional.
-
Merawat dan melestarikan budaya dan adat istiadat yang amat beraneka ragam
bentuk.
-
Merawat persatuan yang terdiri dari pelbagai aneka ragam suku.
-
Menentukan tapal batas wilayah berdaulat negara Acheh Darussalam, memiliki
bendera, mata uang, Stempel, angkatan tentara dan hubungan diplomatik dengan
negara luar, dll.
-
Menyusun Konsep Pendidikan Nasional berteraskan Islam, diajarkan mulai
peringkat Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi.
-
Menyusun konsep ekonomi nasional. Untuk itu perlu menjaga, melindungi
seluruh hazanah kekayaan alam, seperti Minyak, Gas, Nekel, Emas, Timah, Minyak
gorèng, Getah, Semen, Kopi, dll, untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan rakyat. Di bawah ini diperlihatkan sebagian dari hazanah kekayaan
alam Acheh Darussalam. Sebelum ini (semenjak tahun 1975 – sekarang), hasil bumi
alam Acheh Darussalam dikuras siang-malam oleh KUASA ASING.
-
PT Pertamina Gas (Pertagas), through
its subsidiary PT Perta Arun Gas (PAG), manages the LNG storage and
regasification infrastructure in Arun, Lhokseumawe, Acheh.
Kejar Temuan Besar di Laut Andaman, Acheh, Premier Oil
Mulai Ngebor Sumur Lagi.
Kandugannya 6.965 barrel, bahkan mencapai 6 trilliun
cubic feet (TCF)
“Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Laode Sulaeman menjelaskan gas dari blok Andaman dan Andaman Selatan di Acheh dapat diangkut melalui pipa gas memanfaatkan ruas pipa ke Jawa. “Gas dari Blok Andaman II dan Andaman Selatan akan produksi dapat dibawa melalui pipa transmisi menuju Pulau Jawa. “Kita masih menunggu anggaran tidak lagi di blokir dan siap untuk lelang. Karena ini pakai dana APBN, maka harus ada lelang seperti lelang Cisem. Nah lelangnya, insya Allah akhir tahun 2024 ini,” Pembangunan transmisi pipa gas bumi merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa pemerintah membidik proyek pipa gas bumi Dumai – Sei Mangkei sepanjang 400 KM akan selesai pada tahun 2027. “Tahun 2024 ini sedang tahap penyiapan,” ujar Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (5/1/2024), di Jakarta. Arifin menyebutkan penyelesaian proyek pipa gas Dumai – Sei Mangke tersebut merupakan bagian dari upaya antisipasi kelebihan gas bumi, dimana ada potensi gas besar di Laut Andaman. Sehingga akan dapat dimanfaatkan untuk industri-industri yang membutuhkan gas bumi. “Jadi nanti kalau ada gas itu, selain nanti untuk bikin pabrik pupuk dan juga petrochemical di lhokseumawe (Acheh) dan area yang sekarang,” tuturnya. Total anggaran yang akan dipakai untuk pembuatan pipa gas Dumai-Sei Mangke sebesar Rp. 6,6 triliun, dan akan menyalurkan potensi gas bumi dari Wilayah Kerja (WK) Agung dan Andaman di Acheh untuk dimanfaatkan di Jawa dan Sumatera. Penyelesaian ruas pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap I yang telah selesai pada tahun 2023 dan pipa gas bumi Cisem Tahap II yang dijadwalkan rampung tahun 2025. Diperkirakan akan ada penambahan penerima jaringan gas kota (jargas) di Cisem sebanyak 300 ribu sambungan rumah tangga (SR) dan Dumai-Sei Mangke sebanyak 600 ribu SR. Dari angka tersebut akan mengurangi subsidi LPG 3 kg sebanyak Rp630 miliar per tahun, dan akan menghemat devisa impor LPG sebesar Rp1,08 triliun per tahun.
Eksplorasi Migas di Simeulue Acheh Masuk
Kategori Deep Well
„Provinsi
Acheh, memiliki potensi cadangan migas Badan Pengelola Minyak dan Gas Bumi
Acheh (BPMA). Kepala Divisi Formalitas dan Hubungan Eksternal BPMA Radhi
Darmansyah menjelaskan wilayah Pulau Simeuleu merupakan wilayah migas yang
masuk ke dalam kategori deep well. "Kedalaman lautnya mencapai 1.300 -
1.500 meter dari MSL," Ada perusahaan migas yang pernah melakukan
eksplorasi di wilayah cekungan tersebut pada tahun 1968 hingga 1978. Hasil
penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang menggandeng
lembaga riset geologi dan kelautan Jerman (BGR) untuk mengungkap temuan
cadangan migas di wilayah tersebut. Cadangan migas dalam jumlah raksasa di
cekungan busur muka Simeulue diperkirakan mencapai 320 miliar barel. Jumlah ini
termasuk spektakuler dibanding Saudi Arabia yang mempunyai cadangan hanya
sebesar 264,21 miliar barel. Diproyeksikan, temuan ini dapat menjadi penganti
cadangan minyak Arun di Acheh Utara.
Nasib bangsa Acheh sangat tragis,
status negaranya bertukar –dari sebuah negara merdeka dan berdaulat, bertukar
menjadi salah satu Provinsi dari Indonesia– berubah dari sebuah negara yang
kaya raya menjadi sebuah Provinsi termiskin (ranking no. 1) se-Sumatera dan
ranking ke-6 Provinsi termiskin se-Indonesia, menjadi penonton pementasan
kejahatan ekonomi dan kemanusiaan yang diperagakan oleh Indonesia, bekerjasama
dengan kuasa asing.
Epilognya; untuk menyikapi dan menyambut
kedatangan Imam Mahdi di akhir zaman, bangsa Acheh mempunya cara tersendiri: Pertama,
berjuang untuk mengembalikan hak kemerdekaan, kedaulatan Acheh Darussalam
sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat (successor of state). Kedua,
memproklamirkan Bandar Acheh Darussalam sebagai EPICENTRUM ISLAM di kawasan dunia Melayu, Ketiga,
menginventarisasi dan mengambil tindakan penyelamatan dan pengamanan terhadap
semua hazanah kekayaan untuk dikelola oleh negara. Ke-empat, hasil
kekayaan tersebut dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mensejahterakan rakyat
demi tercipta rasa keadilan, kedamaian dan keharmonisan hidup secara
menyeluruh. Kelima; menerapkan syari´at Islam di semua linie kehidupan
berbangsa dan bernegara. Lantas, untuk mewujudkan semula epicentrum Islam Dunia Melayu yang
bebas dan merdeka melakukan aktivitas, seperti:
-
Pencerahan mengenai maksud dan tujuan daripada konsep khalifah Islam Dunia
Melayu.
-
Membangun kekuatan ekonomi yang kukuh untuk membiayai program Khalifah
Islam Dunia Melayu.
-
Membangun dan pengembangan tehnologi tepat guna, Pusat Penyiaran agama
Islam, memajukan literasi tentang ilmu kedokteran, perobatan, astronomi,
ekonomi, hukum syara´, perlindungan alam sekitar, kebudayaan dan sastera
Melayu.
-
Mendirikan Universitas
Peradaban Dunia Melayu sebagai Pusat kajian bagi melahirkan Ulama, yang
menguasai pelbagai disciplin ilmu pengetahuan duniawi dan ukhrawi di seluruh
negeri-negeri di bawah kuasa Khalifah Islam Dunia Melayu.
-
Membangun sarana publik, lintas transportasi dan Perpustakaan Dunia Islam
sebagai Pusat informasi dan komunikasi dalam bentuk manual dan digital, dengan
maksud mengembangkan nilai-nilai peradaban kepada masyarakat dunia Islam
khususnya dan dunia Internasional umumnya.
-
Melahirkan Angkatan tentara yang
diciplin, terlatih, ta´at beribadah, patuh kepada arahan pemimpin/komandan,
berakhlak mulia, cerdas, tangkas, berani dan profesional.
-
Melahirkan diplomat, birokrat dan
pemikir-pemikir muslim dalam pelbagai bidang yang berakhlak mulia, cerdas
berfikir, militan, memiliki kemampuan untuk melahirkan idé-idé atau pun gagasan
brilliant dan hasil temuannya diakui oleh dunia internasional. Maka pada
pandangan penulis, tiada pilihan lain, terkecuali menetapkan BANDAR ACHEH
DARUSSALAM sebagai EPICENTRUM ISLAM DUNIA MELAYU.
Dasar argumennya sbb: Pertama, Status Acheh
Darussalam sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat yang sudah tegak berdiri
sejak 22 April 1205 M lagi, telah memiliki konstitusi yang meletakkan
al-Qur´an, Hadits, Ijma´, Qiyash sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
Unifikasi terhadap konstitusi (Meukuta Alam) dilakukan pada dekade tahun
1500-an pada masa pemerintahan Sultan Ali Riayat syah ke-IV. Kedua,
Meukuta Alam (Konstitusi negara) diamandemen semula pada 28 Desember 2020. Ketiga,
Pemerintah Negara Acheh Darussalam (PNAD) sudah mempersiapkan berkas tuntutan
terhadap Belanda, Jepang dan Indonesia, berhubung status negara Acheh
Darussalam kepada Mahkamah Internasional ( International Court of Justice
) di Den Haag, Netherlands. Gugatan
ini, selain menunjukkan dokumen-dokumen asli mengenai eksistensi dan keabsahan
negara Acheh Darussalam, juga meminta ICJ supaya menerapkan secara langsung
Putusan ICJ pada 19 Juli 2024 dengan menggunakan interpretasi analogi (qiash)
bahwa, kalaulah jurisprudensi ICJ ini sudah
mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang menetapkan bahwa Israel
adalah kolonialis, menginvasi dan menduduki bumi Palestina dimana tindakan ini
bertentangan dengan ketentuan Hukum Internasional. Oleh sebab itu Israel demi
hukum serta-merta mesti keluar dari bumi Palestina, sekaligus membayar ganti
rugi atas semua kerugian material dan non-material yang diakibatkan dari
penjajahan yang berlangsung sejak tahun 1948; supaya diterapkan juga dalam
kasus Acheh Darussalam versus Indonesia yang menduduki (occupied) dan
menguasai roda pemerintahan Acheh Darussalam secara tidak sah sejak tahun 1945
– sekarang). Perbuatan ini bertentangan dengan ketetapn Hukum Internasional. Ke-empat, jika urusan status Acheh
Darussalam dinyatakan selesai oleh Mahkamah Internasional, maka selain Acheh
Darussalam, seluruh negeri di Sumatera, secara otomatis juga merdeka dan
berdaulat kembali, oleh sebab berdasarkan fakta historis, peta wilayah berdaulat
NAD yang disusun oleh Inggeris pada tahun 1883 dan 1890 yang menunjukkan wilayah
berdaulat (imperium Kesultanan Acheh Darussalam) yang diakui oleh dunia
internasional berlaku dengan serta-merta. Kentuan ini diatur dan dijamin oleh
ketentuan Hukum Internasional, seperti Piagam PBB 1945, Resolusi PBB tahun
1960, 1970 dan Keputusan Mahkamah Internasional, Geneva Contion, 1949 dan
Vienna Convention 1978. Seterusnya dirumuskan dengan cara
musyawarah, melibatkan seluruh komponen bangsa Melayu se-Sumatera, tentang
konsep confederasi Kekhalifahan Islam Dunia Melayu; terkecuali ahli waris
Sultan-sultan Melayu se-Sumatera menyatakan MENOLAK (tetap memilih dalam
wilayah bagian berdaulat NKRI).
BAGIAN KE-ENAM: KESIMPULAN
Implementasi dari syari´at Islam
hanya efektif, jika dikendalikan oleh khalifah (pemimpin) sebuah negara
merdeka, yang Ibukotanya dijadikan sebagai epicentrum (pusat kekuasaan);
bukan digerakkan oleh sebuah organisasi Islam yang statusnya numpang kasih di
bawah pemerintahan sebuah negara yang tidak berlandaskan syari´at Islam. Peradaban dunia Islam di masa lampau membuktikan
bahwa, kejayaan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Khalifah Utsmaniyah Turki,
Kesultanan Acheh Darussalam dan kesultanan Melayu Melaka berjalan lancar, oleh
karena digerakkan langsung oleh sebuah pemerintahan yang memiliki epicentrum. Ketika kolonial Eropah mulai
tampil sebagai kuasa besar dunia memasuki abad ke-18–20, menguasai politik dan
keamanan di wilayah koloninya, maka seiring dengannya memberlakukan secara
paksa hukum positif kolonialis –mazhab Hukum positif Anglo Saxon dan Civil Law–
di negeri-negeri bekas imperium Bani Umayyah, Abbasiyah, Kehalifahan Utsmaniyah
Turki dan memansukhan validitas Hukum Islam. Bersamaan dengannya kehilangan
institusi negara, termasuk perkakas dan epicentrum.
Pengalaman yang dirasai oleh
Acheh Darussalam merupakan contoh konkrit dari kesuraman penjajahan yang
mengerikan. Betapa tidak! Bandar Acheh yang pernah menjadi epicentrum dan
kiblat ilmu pengetahuan, agama dan budaya Melayu di kawasan Dunia Melayu suatu
masa dahulu, musnah berkeping-keping tidak tersisa bekas dan tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Di era gerakan
Darul Islam Acheh (1953-1962), pernah menuntut supaya syari´at Islam
dilaksanakan di Acheh, akan tetapi gagasan tersebut terjungkal, oleh karena status
Acheh Darussalam bukan sebuah negara merdeka, melainkan satu bagian (Provinsi)
dari Negara Islam Indonesia (NII). Pada ketika itu ditandatangani Ikrar Lamtéh
–kompromi poli politik antara rezim Orde lama dengan Darul Islam Acheh– tahun 1959, dimana salah satu isinya membenarkan
syari´at Islam berlaku di Acheh. Akan tetapi realisasinya mesti lerlebih dahulu
meminta izin dan menyembah lutut rezim Sukarno. Begitu juga di era Orde Baru,
perjuangan Acheh Merdeka yang bertujuan mendaulatkan syari´at Islam, diberangus
dengan dalih gerakan separatis, teroris, fundamentalis dan pengacau keamanan
dalam wilayah bedaulat NKRI. Begitu juga di era Abdurrahman Wahid (Gusdur). Dia memerintahkan Yusril
Ehza Mahendra (Menteri Hukum dan HAM) untuk melobi Ulama Acheh dan aktivis
Gerakan Acheh Merdeka (GAM).
Yusril Ehza Mahendra:
„Gus, yang berontak di Acheh sekarang adalah freeman GAM. Itu mudah kita
atasi; Namun, jika Ulama Acheh bangkit berjuang, ini merepotkan dan sangat
membahayakan posisi Indonesia.
Abdurrahman Wahid „Begini Yusril: untuk mengubur cita-citanya, katakan kepada Ulama Acheh: apa pun yang diminta oleh Acheh akan dikabulkan pemerintah pusat, termasuk pelaksanaan syari´at Islam di Acheh, dengan syarat jangan minta merdeka (keluar dari wilayah Indonesia).
Dialog aparatur kolonial ini merupakan refleksi dari rumusan mukadimah MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 yang menyebut: „Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.“ Artinya, sebagai sebuah Provinsi dalam wilayah berdaulat Indonesia, Acheh mesti tunduk kepada konstitusi Indonesia. Dengan kata lain, selagi status Acheh Darussalam masi di bawah wilayah koloni Indonesia; mustahil ianya diwujudkan. Hal sama berlaku di negeri Kelantan –salah satu negeri di Malaysia– yang walau pun gigih berjuang di era tahun 1980-1990-an, yang berjuang untuk memberlakukan syari´at Islam (Hukum Hudud) dalam sistem hukum jenayah nasional, tetap saja gagal dan terjungkal, oleh karena idé tersebut berseberangan dengan hukum nasional tertinggi Malaysia (Perlembagaan Persekutuan) yang bersumber dari hukum positif British; belum lagi didapati perbedaan pandangan di kalangan para tokoh dan cendekiawan muslim Malaysia berhubung pemberlakuan hukum Hudud. Sebagian berpandangan bahwa, masyarakat mulim Malaysia belu tiba masanya dan belum siap menerima kehadiran hukum Hudud, apatah lagi ethnik non muslim menilai Hukum Hudud itu sebagai hukum yang kejam, ngeri dan menakutkan. Memandangkan hal itu, Malaysia tidak dapat diharapkan menjadi epicentrum Islam di kawasan Dunia Melayu. Akan halnya dengan Brunei Darussalam, dipastikan bahwa, semenjak diberi kemerdekaan oleh British pada 1 Januari 1984, memang tidak pernah berhasrat untuk menjadikan syari´at Islam menjadi hukum positif, kendatipun Islam adalah agama resmi negaranya. Lantas, apa jalan keluar yang mesti ditempuh untuk mewujudkan semula epicentrum Islam Dunia Melayu yang bebas dan merdeka? Pada pandangan penulis, umat Islam di kawasan Dunia Melayu khususnya dan di seluruh dunia Islam umumnya saatnya menentukan sikap, pendirian, tekad dan keberanian menentukan pilihan untuk memperkenalkan: siapa kita umat Islam dan epicentrum kekuasaan Islam, walaupun ianya sarat dengan rintangan dan bahaya. Tragedi kemanusiaan –genocide dan penghancuran fasilitas umum dan pelanggrakan HAM berat di Gaza– yang dilancarkan oleh Yahudi Israel merupakan perang dahsyat, yang tingkat kahncurannya 10 kali melebihi kehancuran Kota Herosima Jepang semasa perang Dunia- ke-2 tahun 1945. Lebih dari itu, perang Gaza membuka tabir dan tasfiyah (filterisasi): pihak mana yang ikhlas membantu, bersahabat, pengkhinat, munafik, sahabat dalam perperangan dan musuh. Kesemua resiko diterima sebagai bentuk usaha mempertahankan diri, harga diri, tanah air, agama dan iman yang mesti dibayar, betapapun mahal harganya. Bahaya adalah kenyataan, sementara takut adalah pilihan. Hidup kita sebetulnya sedang berjalan di belakang para syuhada, melangkah dengan pasti demi eksistensi dan epicentrum. Kita tahu bahwa perjalanan itu dengan onak dan duri dan pelbagai ragam jenis bahaya. Namun begitiu, bahaya diakui sebagai kenyataan, sementara takut adalah pilihan.
BIOGRAPHI
YUSRA HABIB BIN ABDUL GANI
SILSILAH KELUARGA
Datu lelaki (nama?) dari sebelah Ayah, berasal dari Kampung Sampo Iniët, Pasé (sekarang: Acheh Utara). Beliau berlatar keluarga Ulèbalang, memiliki banyak harta kekayaan. Di era perang –Perang Pandrah– melawan kolonial Belanda pada separuh akhir tahun 1800-an, Datu bersama beberapa pasukannya terpaksa menghindar menyelamatkan diri ke pedalaman Gayo, karena perkakas perang tidak mencukupi. Sementara abang kandung Datu saya, juga terlibat dalam perang melawan kolonial Belanda, mengakibatkan salah satu tangannya putus (buntung), akibat terjangan peluru serdadu Belanda. Beliau juga menghindar menyelamatkan diri ke pedalaman Gayo, menetap di Kampung Bintang, di tepi Danau Laut Tawar, Acheh Tengah. Di sana beliau digelari dengan TENGKU BUNTÔNG JAROË, menikah dengan wanita Gayo. Hingga sekarang zuriatnya masih berada di Kampung Bintang. Alhamdulillah hubungan silaturrahmi di antara kami, sanak saudara terjalin akrab hingga sekarang. Sementara itu, Datu lelaki saya (nama?), selama menetap di Kampung Kenawat, telah melucuti gelar Ulèëbalang (Ampôn/Teuku), dengan maksud supaya tidak bocor kepada pihak inteligen Belanda dan kalangan masyarakat Gayo, yang kurang menyenangi gelar Teuku dari Acheh Pesisir. Bagaimanapun, gaya hidup sebagai stereotype Ulèëbalang tetap melekat. Buktinya, di Kenawat, beliau memiliki harta kekayaan dalam bentuk lahan tanah perkebunan dan sawah yang luas, terletak di beberapa lokasi, seperti Perkebunan Pisang dan Sawah misalnya di Pintu Rime; … Perkebunan Pisang dan Kopi di Bur Kucak dan Sawah di kawasan Ume Lah; … Kebun Serule di Geldog dan Jurung; … lahan tanah di Bukit (berdekatan Kampung Kenawat) dan bangunan rumah. Beliau menikah dengan Empun Dari (seorang wanita Gayo asal Kampung Kenawat). Pasangan ini mempunyai dua anak lelaki: 1. Ra´di (bin?) 2. Ahmad (bin?). Ahmad menikah dengan seorang janda dari Kampung Kebayakan mempunyai dua anak lelaki –Muse dan Aman Siti Ralik– Oleh sebab Datu saya tidak mempunyai anak perempuan, maka mengadopsi seorang anak perempuan dari keluarga lain, menikahkan dengan seorang pemuda berasal dari Asir-Asir (Aman/Inen Ducak); mendapat harta pusaka dari Datu saya berupa lahan sawah yang luas, berbatasan dengan sawah kami. Selain itu, mengislamkan seorang keturunan China, sakaligus menjadi anak angkat, mendapat harta pusaka (lahan sawah) yang luas.
Ra´di (Kakek Saya) lahir, menetap sampai meninggal dunia di Kampung Kenawat. Pernah menjabat sebagai Imum Kerajaan Bukit di bawah pimpinnan Reja Ma´un dan Zainuddin. Pakar membuat jaring Ikan dan memiliki sawah dan perbunan yang luas.
Jeriyah bt. Sultan
(Nenek dari sebelah Ayah) adalah anak perempuan bungsu dari Sultan (Panglima
Cék Penosan). Beliau mati syahid dalam perang melawan kolonial Belanda (pasukan
Mareuchaussee) di Kampung Penosan, Blang Kejren 1904.
Sultan mempunyai
tiga anak:
1. Mahmud bin
Sultan (Panglima Muda Penosan), mati syahid dalam medan perang di Penosan,
1920-an. Ditembak mati sedang mengerjakan shalat Isya dalam Masjid Penosan.
2. Merah Pupuk bin
Sultan. Dalam usia di bawah umur (15-16 tahun), diculik oleh pasukan Mareuchaussee
di Kampung Penosan tahun 1904, hingga kini tidak diketahui rimbanya. Hanya
Allah Yang Maha Tahu.
3. Juriyah bt.
Sultan, yang saat ditembak serdadu Belanda, berusia 13 tahun. Beliau cacat
tangan kiri seumur hidup.
Ra´di dan Jeriyah
bt. Sultan menikah di awal tahun 1900-an dengan Jeriah bt. Sultan, berasal dari
Kampung Penosan, Blang Kejren, yang tangan kirinya cacat seumur hidup, akibat
terjangan peluru pasukan Mareuchausse. Selonsong peluru masih tertanam
di lengan kirinya, hingga dibawa mati. Pasangan ini dikaruniai anak:
1. Jaimah (Beru) bt Ra´di (Inen Sakdiyah)
2. Burak bin Ra´di (Aman Aisyah)
3. Ibi Bur (Inen Semédah)
4. Ibi Paloh (Inen Sirajuddin)
5. Ali Hasyim bin Ra´di. Profesi Polisi, pangkat terakhir
Letkol di Komdak Metro Jaya, Jakarta.
6. Abdul Gani bin Ra´di (Ayahanda) adalah, Kepala Kampung
Kenawat selama 27 tahun lamanya (1963-1990).
Khatijah (bt?) (orang Gayo, asal Kampung Kenawat) adalah Nenek dari sebelah Ibu saya, menikah dengan Habib Putéh, seorang pedagang tembakau dan sekaligus seorang Ulama dan Habaib berasal dari Kampung Kabu, Jeuram Meulaboh. Kuburannya hingga sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat dan sekitarnya. Pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan bernama Tjut Wan Juriyah bt. Habib Putéh. Dipanggil juga dengan (Tjut Hamidah). Panggilan akrabnya Tjut Wan. Pasangan ini bercerai. Kemudian Nènèk saya menikah dengan Bakri (suamai kdua) yang dikaruniai seorang anak lelaki, bernama Nurdin Bakri.
Abdul Gani menikah
dengan Tjut Wan Juriyah bt. Habib Putéh (Hamidah). Pasangan ini
dikaruniai anak:
1. Firdaus Habib bin Abdul Gani (meninggal dunia dalam usia setahun)
2. Dailami Habib bin Abdul Gani (meninggal dunia dalam usia setahun)
3. Yusra Habib bin Abdul Gani
4. Ali Balwi Habib Abdul Gani
(meninggal meninggal dunia dalam usia setahun)
5. Rahmatsyah Habib Abdul Gani
(meninggal dunia dalam medan perang Acheh, 1999 di Acheh Tengah. Hingga
sekarang mayatnya tidak ditemukan)
6. Sarifah bt. Abdul Gani
7. Mardiyah bt. Abdul Gani
8. Khadijah bt. Abdul Gani
9. Iftah Habib Abdul Gani (meninggal
dunia dalam medan perang Acheh, 2001 di Acheh Tengah. Mayatnya baru ditemukan
pada tahun 2006 di kawasan Kelupak Mata, Acheh Tengah)
10.Makmur Habib Abdul Gani
TAHAP SELANJUTNYA:
Dr. H. Yusra Habib Abdul Ghani S.H.
Lahir di Kampung Kenawat, Takengon (Acheh Tengah), 12 April, 1954.
PENDIDIKAN
-
MIN + Sekolah
Dasar Kenawat (1961-1966).
-
Tsanawiyah Bom
Takengon (1967-1970).
-
STM Pertanian
Takengon (1971-1973).
-
PGSLP, jurusan Seni Rupa, Jakarta, 1975.
-
Mahasiswa Fakultas
Hukum UMJ (1977-1983)
-
Memperoleh
beasiswa mengikuti Kursus Asisten Advokat (1979-19980).
-
Meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UM-Jakarta,1983. Lulus ujian
negara pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984.
-
Meraih gelar
Doktor Falsafah dari Universitas Kebangsaan Malaysia, 23 Agustus 2016.
PEKERJAAN SELAMA DI JAKARTA
-
Guru SMP Negeri 69
Jakarta, 1976-1990.
-
Staff pengajar (Asisten Bismar Siregar, SH) dalam studi Hukum Pidana pada
Fak. Hukum UMJ, 1984-1990.
-
Sekretaris Jurusan
Hukum Pidana FH-UMJ, 1986-1990.
-
Manggala BP-7,
1985-1990.
-
Salah seorang
anggota team pembahas materi Undang-undang Perlindungan Anak dan perbaikan
materi Buku ke-II KUHPidana di BPHN tahun 1985- 1986.
- Pengacara pada Kantor Pengacara ´Mukhtar Luthfi, SH Dkk. tahun 1985- 1990.
AKTIVITAS NON AKADEMIK DAN AKADEMIK
-
Menjadi Anggota Kehormatan dalam Perhimpunan Mahasiswa Hukum
Minangkabau, 1982.
-
Sekjen Lembaga Penyuluhan Hukum Mahasiswa Indonesia (LPHMI),
1983- 1984.
-
Ketua 1 Perhimpunan Mahasiswa Hukum
Indonesia, 1981-1982.
-
Anggota Korp
Muballigh Jakarta, 1985-1987.
-
Ketua 1 Majlis Pemuda dan Mahasiswa
Acheh (MPMA), Jakarta.
-
Pemimpin Redaksi Majalah “SUARA
MASYARAKAT ACHEH” (1985-1986), Jakarta.
-
Pemimpin redaksi Bulletin Hukum, Fakultas Hukum UMJ
(1986-1990).
-
Ketua „Pemuda Pengkaji dan Pemahaman
Islam“ Jakarta, 1985-1986.
-
Pemimpin Redaksi Bulletin „HARIE“, Jakarta (1987-1988), dikelola
oleh Ikatan Pemuda Gayo Jakarta.
KARYA-KARYA ILMIAH SELAMA BERADA DI IDONESIA
1. Editor buku: ”ANEKA RAGAM PUTUSAN HAKIM BISMAR SIREGAR, SH (1984-1986).
Fakultas Hukum UMJ, 1988.
2. Ketua Team Editor hasil Seminar
tentang: ‘IMPLEMENTASI HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA’, 1989.
3. Menulis SEJARAH BERDIRINYA FAKULTAS
HUKUM UMJ, 1988.
4. Menulis artikel tentang hukum dalam:
Sinar Harapan, Merdeka, Kompas dan Suara Karya (1985-1990).
KARYA-KARYA ILMIAH SELAMA MENETAP DI LUAR NEGERI
1. Menulis buku: “MALAPETAKA DI BUMI SUMATERA”, Malaysia 1993.
2. Menulis buku REMAJA DI PERSIMPANGAN
JALAN, Malaysia 1994. Rencananya diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka
Malaysia, Kuala Lumpur. Oleh sebab situasi politik Acheh Merdeka semakin
meruncing kala itu, penerbitan buku ini terkendala.
3. Aktif menulis tentang sejarah,
politik dan sosial budaya dalam Tabloid “HARAKAH”, Kuala Lumpur, Malaysia
(1990-1998).
4. Aktif menulis tentang sejarah, politik dan sosial budaya dalam Majalah
Politik ‘SUARA ACHEH MERDEKA’ , Malaysia (1990-1998).
5. Menulis buku: MALAPETAKA DI BUMI SUMATERA, Malaysia 1993.
6. Menulis buku: “MENGAPA SUMATERA
MENGGUGAT”, Denmark 2000.
7. Aktif menulis tentang sejarah dan
politik dalam Tabloid Mimbar Kutaraja, Banda Acheh (2001-2004).
8. Menulis buku: “STATUS ACHEH DALAM
NKRI”, Denmark 2008.
9. Aktif menulis artikel dalam kolom
Opini Serambi Indonesia tentang falsafah, politik, budaya, hukum, ekonomi,
sejarah dan agama, Denmark (2008 - 2019).
10. Aktif menulis artikel dalam Tabloid Kontras, Banda
Acheh, Denmark.
11. Menulis buku SELF-GOVERNMENT (Study Perbandingan Tentang
Desain Administrasi Negara), Denmark 2009.
12. Pendiri dan Perumus Draft
Aggaran Dasar Dan Rumah Tangga (AD/ART) Dewan Adat Gayo, Malaysia 2015.
13. Menulis buku STRATEGI BELANDA
MENGEPUNG ACHEH, Denmark 2015.
14. Tesis Untuk Meraih Gelar Doktor Berjudul: SEJARAH MENEGAKKAN NEGARA
ISLAM ACHEH, Malaysia 2016.
Menulis buku ACHEH TERSUNGKUR, Denmark 2018
15. Menulis buku MARECHAUSSEE DI GAYO LUES, 1904, 2018, Denmark,
2018.
16. Menulis buku
GAYO DAN KERAJAAN LINGE, Denmark 2018.
17. Menulis buku KEABSAHAN NEGARA ACHEH DARUSSALAM, Denmark
2020.
18. Menulis buku
ACHEH, SEJARAH MENDAULATKAN NEGARA ISLAM, Denmark 2021.
19. Menulis buku LEGENDA DAN FALSAFAH GAYO, Denmark 2021.
20. Menulis (editor) POLITISI BELANDA MENGUTUK KEKEJAMAN
MARECHAUSSEE DI ACHEH, Denmark 2021.
21. Menulis buku BUKU PUTIH: Acheh Selalu Gagal Manfaatkan
Kemerdekaan Kembali, Di mana Silap dan Salahnya, Denmark 2021.
22. Menulis buku
SANAD DAN MATAN DOKUMEN NEGARA ACHEH DARUSSALAM, Denmark 2022.
23. Menulis buku
NEGARA ACHEH DARUSSALAM DALAM LINTASAN SEJARAH, Denmark 2023.
24. Editor buku berjudul: CATATAN TENGKU HASAN DI TIRO YANG TERCÈCÈR,
Denmark 2023.
25. Menulis Buku MENGUKUR KEBENARAN HUKUM POSITIF DENGAN
INTERPRETASI, Denmark 2023.
26. Menulis Buku SUCCESSOR OF STATE: MAKSUDNYA APA?, Denmark 2023.
27. MERETAS IDENTITAS GAYO {Himpunan
Kajian Tentang: Kepercayaan, Sejarah, Eko sistem Lingkungan, Falsafah, Ekonomi,
Politik, Seni-Budaya, Adat-Istidat Gayo. Denmark 2023.
28. Menulis buku DILEMA REVOLUSI KEMERDEKAAN, Kasus Acheh Darussalam.
Menunggu diterbitkan, Denmark { Dalam proses Penerbitan }
29. Menulis Buku: ACHEH: KARAM DALAM DADA. { Dalam proses penerbitan }.
30. PENGKHIANTATAN INTELEKTUAL
MUSLIM, Denmark {Kasus Indonesia 1901-2023} Menunggu Diterbitkan.
31. PERSPEKTIF
MORAL DALAM POLITIK EKONOMI ACHEH DARUSSALAM. Menunggu Diterbitkan, Denmark.
32. Penyusun konsep Surat Diplomatik PNAD yang dikirim
kepada 29 Kepala negara seluruh dunia, Denmark Maret 2021.
33. Perumus berkas Gugatan PNAD kepada Belanda, Jepang dan
Indonesia, untuk diajukan kepada Mahkamah Internasional di Den Haaq,
Netherlands, Denmark Januari 2022.
34. Penyusun Surat Diplomatik yang di-adress-kan kepada Sek
Jen PBB, Denmark Januari 2023.
35. Perumus Naskah QANUN MEUKUTA ALAM (QANUN AL-ASYI) atau
Konstitusi Negara Acheh Darussalam yang terdiri dari 37 pasal. Naskah ini
kemudian dibahas dalam Persidangan Anggota Majelis Negara Acheh Darussalam yang
terdiri dari 24 orang, yang berlangsung sebanyak 7x putaran. Naskah Meukuta
Alam ini kemudian diserahkan untuk disetujui oleh Qadhi Malikul ´Adil (anggota
4 orang), untuk disahkan menjadi Konstitusi negara Acheh Darussalam, berlaku
sejak 29 Desember 2020, Denmark 2020.
36. Perumus naskah PEMBAGIAN DAN PEMISAHAN KUASA antara
Institusi Militer dan Pegawai Sipil di lingkungan Pemerintah Negara Acheh
Darussalam (PNAD), Denmark 2022.
37. SUCCESSOR OF STATE: MAKSUDNYA APA?,
Sebuah Pendekatan Historis, Yuridis dan Politis, Denmark, 2024
38. ACHEH: EPICENTRUM
ISLAM DUNIA MELAYU. Sebuah kajian Eskatologi Islam, Denmark 2024.
RIWAYAT HIDUP YANG GETIR DAN PAHIT
- Ditangkap oleh pasukan Intelijen Negeri Johor (pada 27 April 1998),
dipimpin langsung oleh Michael Ong (Kepala Intelijen Negeri Johor) dan ditahan
dengan status tahanan ‘Intern Security Acts’ (ISA), di Penjara Bukit
Aman, Penjara Jalan Ipoh, Balai Polis Damansara, Kuala Lumpur, Malaysia (27
April-29 Juni 1998).
- Diusir oleh Kerajaan Malaysia (Perdana Menteri Mahathir Muhammad) atas
tuduhan merugikan kepentingan politik dan perdagangan dalam dan luar negeri
Malaysia. Atas kerjasama antara UNHCR Kuala
Lumpur dan UNHCR Geneva, berhasil mengantar saya bersama keluarga ke negara
ketiga -Denmark) pada 29 Juni 1998.
RIWAYAT JABATAN: (PERIODE: 1990-2002)
• Ketua Biro Penerangan Acheh Merdeka,
di Kuala Lumpur, Malaysia (1991-1992).
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di
Tiro, sebagai Pemimpin Redaksi Majalah politik “SUARA CHEH MERDEKA”, Malaysia
(1991-1998).
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di
Tiro, sebagai Pemimpin rombongan 44, menduduki Kantor UNHCR, Kuala Lumpur,
Malaysia pada 22 Juni 1992-1994.
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di
Tiro, sebagai Ketua/Anggota Komite Pelarian Politik Acheh di Malaysia
(1995-1998)
• Dilantik Tengku Hasan M. di Tiro, bertindak untuk dan atas nama negara
negara Acheh Darussalam, menandatangani MoU antara Pemerintah Acheh Darussalam
di Pengasingan, Duta Besar Switszerland untuk Malaysia, Duta Belanda untuk
Malaysia dan Perdana Menteri Malaysia, dalam rangka pembebasan pelarian politik
yang menduduki Kedutaan Switszerland dan Belanda, Malaysia tahun 1997.
• Kepala Kantor AM, bermarkas di Jalan
Batu Caves, Selayang, Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1996-1998.
• Utusan Acheh Merdeka ke Sidang Tahunan UNPO, Thallinn - Estonia, 2002.
• Salah seorang juru runding AM dalam perundingan antara AM-RI di Geneva
(2000 & 2002).
• Nara Sumber dalam Seminar tentang
isu Acheh di Kôln, Jerman tahun 2002, wakil Acheh Merdeka.
• Pemimpin Redaksi ASNLF.com, Denmark (periode: 2002-2005)
• Salah seorang wakil Acheh Merdeka
dalam Seminar tentang Isu Acheh di Finlandia, 2003.
• Director “Institute for Ethnics Civilization Research”, Denmark
2007.
• Penggagas
Konferensi Gayo Sedunia tahun 2010. Belum terlaksana.
• Dicalonkan oleh 13 Perwakilan wilayah negara Acheh Darussalam, untuk disumpah dan dilantik menjadi PERDANA MENTERI ACHEH DARUSSALAM pada 3 Desember, 2020.
Yang Tulus & Ikhlas,
Yusra Habib Abdul Gani
( 10 Mei 2024 )
[1] https://kumparan.com/ 30 Desember 2020.
[2] Sejarah FPI, dari Awal Kemunculannya hingga Jadi Organisasi Terlarang, 30 Desember 2020.
[3] Nur Khakim, Islam : Doktrin Pemikiran dan Realitas Historis, Adintya Press, Yogyakarta, 2002, hal 68.
[4] Memahami Front Pembela Islam: Gerakan Aksi Atau Negara Islam Bismar Arianto Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji Mahssiswa Ilmu Politik S3 FISIP Universitas Indonesia. Jurnal Communitarian Vol. 2 No. 1 E-ISSN 2686-0589 148.
[5] Risalah Historis dan Garis Perjuangan FPI, Saeful Anwar, hal 228.
[6] Keputusan dan Ketetapan Hasil Musyawarah Nasional III Front Pembela Islam Tahun 2013. Wahyuni, Gerakan Sosial Islam, Alauddin University Press, Makassar, 2014, hal.7. M Syafi’i Anwar, “Memetakan Teologi Politik dan Anatomi Gerakan Salafi Militan di Indonesia”, Pengantar dalam M Zaki Mubarak, Geneologi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran, dan Prospek Demokrasi, (Jakarta: LP3ES, 2008), hlm. Xiii, Jurnal Communitarian Vol. 2. Dalam Pasal 6 anggaran dasar FPI dijelaskan bahwa Visi dan Misi organisasi FPI
[8] Catatan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berjudul: Batas Waktu Tinggalnya Dajjal Di Bumi. Dikutip dari karya Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan. https://almanhaj.or.id
[9] H.R. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, kitab Tafsir Al-Qur’an, hadis no. 4707 (Al-Bukhari ma’a Al Fath (8/239).
[10] Catatan Muhammad
Saufi Hassan. Pemerintahan 40 hari Sebagai Penguasa Dunia. https://www.hmetro.com.my, 2023.
] Dato´ Badlishah Alaudin, Kita Sedang Menanti Kehadirannya Imam Mahdi, Desember 2023.
[12] Ibid., Dato´ Badlishah Alaudin, Desember 2023.
[13] Sambutan pembuka Diskusi Publik “Masa Depan Peradaban Islam: Kapitalisme Religius dan Kosmopolitanisme” yang diselenggarakan pada 1 Desember 2022. Kosmopolitanisme dan Masa Depan Peradaban Islam.
[16] Gas Andaman di Acheh Dialirkan ke Jawa dengan Pipa
[17] Verda Nano Setiawan 6 Mei 2019,
[18] Testimoni Yusril Ehza Mahendra (Menteri Hukum dan HAM) semasa pemerintahan Abdurrahman Wahid, yang tersebar lewat jaringan You-Tube, 2023.
[19] Sumber: Sebagian besar informasi
ini diambil dari Encyclopedia Wikipedia International. Org.



