Ditangkap oleh pasukan Intelijen Negeri Johor (pada 27 April 1998),
dipimpin langsung oleh Michael Ong (Kepala Intelijen Negeri Johor) dan ditahan
dengan status tahanan ‘Intern Security Acts’ (ISA), di Penjara Bukit
Aman, Penjara Jalan Ipoh, Balai Polis Damansara, Kuala Lumpur, Malaysia (27
April-29 Juni 1998).
- Diusir oleh Kerajaan Malaysia (Perdana Menteri Mahathir Muhammad) atas tuduhan merugikan kepentingan politik dan perdagangan dalam dan luar negeri Malaysia. Atas kerjasama antara UNHCR Kuala Lumpur dan UNHCR Geneva, berhasil mengantar saya bersama keluarga ke negara ketiga -Denmark) pada 29 Juni 1998.
• Ketua Biro Penerangan Acheh Merdeka, di Kuala Lumpur,
Malaysia (1991-1992).
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai Pemimpin
Redaksi Majalah politik “SUARA CHEH MERDEKA”, Malaysia (1991-1998).
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai Pemimpin
rombongan 44, menduduki Kantor UNHCR, Kuala Lumpur, Malaysia pada 22 Juni
1992-1994.
• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai
Ketua/Anggota Komite Pelarian Politik Acheh di Malaysia (1995-1998)
• Dilantik Tengku
Hasan M. di Tiro, bertindak untuk dan atas nama negara negara Acheh Darussalam,
menandatangani MoU antara Pemerintah Acheh Darussalam di Pengasingan, Duta
Besar Switszerland untuk Malaysia, Duta Belanda untuk Malaysia dan Perdana
Menteri Malaysia, dalam rangka pembebasan pelarian politik yang menduduki
Kedutaan Switszerland dan Belanda, Malaysia tahun 1997.
• Kepala Kantor AM, bermarkas di Jalan Batu Caves, Selayang,
Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1996-1998.
• Utusan Acheh Merdeka ke Sidang Tahunan UNPO, Thallinn - Estonia, 2002.
• Salah seorang
juru runding AM dalam perundingan antara AM-RI di Geneva (2000 & 2002).
• Nara Sumber dalam Seminar tentang isu Acheh di Kôln,
Jerman tahun 2002, wakil Acheh Merdeka.
• Pemimpin Redaksi
ASNLF.com, Denmark (periode: 2002-2005)
• Salah seorang wakil Acheh Merdeka dalam Seminar tentang
Isu Acheh di Finlandia, 2003.
• Director “Institute
for Ethnics Civilization Research”, Denmark 2007.
• Penggagas Konferensi Gayo Sedunia tahun 2010. Belum terlaksana.
• Dicalonkan oleh 13 Perwakilan wilayah negara Acheh
Darussalam, untuk disumpah dan dilantik menjadi PERDANA MENTERI ACHEH
DARUSSALAM pada 3 Desember, 2020.
Perenungan
keseorangan –yang saya alami sejak tahun 2005–2008 meringkuk dalam penjara
intelektual kesendirian, walau tidak kesepian– bangkit memberontak
melawan diri saya sendiri, untuk tidak terperangkap kedalam jaringan
politik Acheh Merdeka, yang merubah aqidah perjuangan dari mendirikan Acheh
Darussalam sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, berubah menjadi sebuah
pemerintahan kolonial yang disepakati lewat kontrak politik –MoU Helsinki– tahun 2005, sekaligus para juru runding Acheh
Merdeka menjadi jongos penjajah di Acheh. Saya nekad menyatakan keluar secara
tertulis (resmi) dari permainan politik di bawah pimpinan Malik Mahmud dan
Zaini Abdullah pada 19 Agustus 2005, berlaku surut sejak 15 Agustus 2005; walau
pun terpaksa menerima resiko –terisolasi
dari kalangan pejuangan Acheh Merdeka– di luar negeri, bahkan terjadi
pembunuhan karakter terhadap diri saya. Yusrahabib dianggap virus berbahaya
pasca penandatangan MoU Helsinki dan pengkhianat, karena tidak taat kepada
kepemimpinan Malik Mahmud di Stockholm, Sweden dan menolak hasil MoU Helsinki.
Perlahan-lahan rasa euforia dan gelombang amukan sentimen tanpa dibalut
dengan ilmu pengetahuaan reduk dan ambruk. Apa yang terjadi kemudian, ”apa
yang abang tulis dalam media sosial tentang MoU Helsinki ternyata semua benar.” Kata Tengku Ramli, mantan Anggota DPRA
kepada saya, saat masih hidup dan berjumpa di Airport Iskandar Muda, Banda
Acheh. Selain itu, di bulan Juli 2016, Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf secara
terpisah, kedua-duanya mengundang saya bertemu. Perjumpaan dengan Zaini
Abdullah, saya didampingi oleh Sulaiman Abda (Ketua Golkar Acheh pada masa itu)
dan perjumpaan dengan Muzakkir, saya didampingi oleh Prof. Dr. Abubakar Karim.
Saya penuhi ajakan ini dan meminta pandangan tentang kondisi politik Acheh
ketika itu. Saya tiada beban moral apa pun untuk mengutarakan pandangan
pribadi. Pada masa yang sama, kerap diundang menjadi nara sumber dalam pelbagai
forum ilmiah di Unsyiah, UIN, Universitas Gajah Putih, civitass budayawan Gayo
dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta pegiat budaya dan aktivis
Mahasiswa HMI serta membedah beberapa buku yang saya tulis. Kalangan cendekiwaan dan penulis di Acheh
mengenali saya sebagai mantan Ketua Biro Penerangan Acheh Merdeka di Kuala
Lumpur, Malaysia (1990-1998) dan di Eropah (periode:1998-2005)dan penulis.
Ketika nama
saya tidak lagi mencuat dalam media sosial, ramai bertanya: kemana pergianya
yusrahabib?; hinggakan seorang wartawan Serambi Indonesia memberanikan diri
menghubungi dan menawarkan saya supaya menulis di kolom Opini Serambi
Indonesia. Berbulan-bulan tawaran tersebut saya fikirkan laba-ruginya, untuk
kemudian diputuskan untuk menulis sebuah artikel berjudul: Partai Lokal
di kolom Opini Serambi Indonesia, februari 2008. Sebelumnya, saya juga dikenali
sebagai penulis Malapetaka Di Bumi Sumatera, 1993 dan Mengapa Sumatera
Menggugat tahun 2000. Pasca dimuatnya
artikel Partai Lokal itulah, para pecandu kolom Opini Serambi mulai ´gatal´
komentar: ” yusrahabib muncul lagi”? Bermula dari sini, Ampuh Devayan, disusul
kemudian oleh Arif Ramdhan (pengasuh Opini Serambi pada masa itu),
terus-menerus menagih supaya tetap
bersedia menyumbangkan buah fikiran untuk dinikmati penimat opini Serambi. Para
peminat ini, bukan saja berlatar belakang PNS, pedagang dan rakyat jelata, akan
tetapi juga kalangan intelektual (Dosen dan Guru Besar Unsyiah dan UIN
Darussalam), peniaga, politisi, dll., turut terbius akibat ramuan artikel yang
disajikan. Buktinya, saat saya bertemu dengan beberapa Dosen Unsyiah (peminat Opini
Serambi) mengaku: ”Seluruh tulisan Tengku di Opini Serami Indonesia, saya
kliping dan simpan sebagai arsip pribadi.” ”Alhamdulillah”, jawab
saya. Begitu juga ketika saya berjumpa dengan seorang budayawan Gayo, berasal
dari Kampung Kabayakan: ”Seluruh karyamé simuat wan Opini Serambi Indonesia,
bènné kukemasen wan bentuk kliping, berijin Tengku.”
Yang paling
fantastis dari beberapa karya itu adalah, artikel berjudul: ”ALA: Sejarah
Acheh Yang Terkoyak”. Bayangkan saja, dalam dua hari saja, semua stock
habis terjual di pasaran dan masyarakat gayo memohon, supaya untuk edisi ini
dicetak ulang. Pihak Serambi menyanggupi dan secara sepintas memaklumkan kepada
saya. Akhirnya, sejak tahun periode: (2008-2019), diperhitungkan lebih dari 70
artikel dimuat dalam kolom Opini Serambi Indonesia, belum lagi dalam media
sosial lainnya. Memandangkan itulah, saya berfikir dan menyimpulkan bahwa,
sebaiknya seluruh karya ini dihimpun dan
diterbitkan dalam bentuk buku, supaya para peminat dapat menikmati
semula, sekaligus dapat digunakan sebagai referensi ilmiah untuk kajian-kajian
pelbagai isu Acheh. Sebuah fakta yang
tidak dapat dinafikan bahwa, buat sementara ini –atau mungkin juga buat
selama-lamanya– nama yusrahabib di-black list, bermula sejak akhir tahun 2020, tahun berdirinya
Pemerintah Negara Acheh Darussalam (PNAD), 3 Desember 2020 – sekarang. Sebuah
artikel ilmiah tentang kisah Tengku Thjik Di Tiro Muhammad Saman saya kirim ke
Serambi, ternyata ditolak mentah-mentah dan mengabarkan: ”ma´af, nama abang
terpaksa di-black list, karena kami tidak mau berurusan dengan pihak aparat
keamanan di Acheh. Nama Abang dirindukan…… tapi kini rindu terlarang!”



