Notification

×

Iklan

Iklan

Yusra Habib Abdul Gani Pemerintahan Acheh yang sah di Pengasingan, Acheh Sah Sebagai Negara yang berdaulat Sebelum Indonesia ada

Ahad, 9 November 2025 | November 09, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-09T06:42:56Z

 

Ditangkap oleh pasukan Intelijen Negeri Johor (pada 27 April 1998), dipimpin langsung oleh Michael Ong (Kepala Intelijen Negeri Johor) dan ditahan dengan status tahanan ‘Intern Security Acts’ (ISA), di Penjara Bukit Aman, Penjara Jalan Ipoh, Balai Polis Damansara, Kuala Lumpur, Malaysia (27 April-29 Juni 1998).

- Diusir oleh Kerajaan Malaysia (Perdana Menteri Mahathir Muhammad) atas tuduhan merugikan kepentingan politik dan perdagangan dalam dan luar negeri Malaysia. Atas kerjasama antara UNHCR Kuala Lumpur dan UNHCR Geneva, berhasil mengantar saya bersama keluarga ke negara ketiga -Denmark) pada 29 Juni 1998.



• Ketua Biro Penerangan Acheh Merdeka, di Kuala Lumpur, Malaysia (1991-1992).

• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai Pemimpin Redaksi Majalah politik “SUARA CHEH MERDEKA”, Malaysia (1991-1998).

• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai Pemimpin rombongan 44, menduduki Kantor UNHCR, Kuala Lumpur, Malaysia pada 22 Juni 1992-1994.

• Diangkat oleh Tengku Hasan M. Di Tiro, sebagai Ketua/Anggota Komite Pelarian Politik Acheh di Malaysia (1995-1998)

• Dilantik Tengku Hasan M. di Tiro, bertindak untuk dan atas nama negara negara Acheh Darussalam, menandatangani MoU antara Pemerintah Acheh Darussalam di Pengasingan, Duta Besar Switszerland untuk Malaysia, Duta Belanda untuk Malaysia dan Perdana Menteri Malaysia, dalam rangka pembebasan pelarian politik yang menduduki Kedutaan Switszerland dan Belanda, Malaysia tahun 1997.

• Kepala Kantor AM, bermarkas di Jalan Batu Caves, Selayang, Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1996-1998.

• Utusan Acheh Merdeka ke Sidang Tahunan UNPO, Thallinn - Estonia, 2002.

• Salah seorang juru runding AM dalam perundingan antara AM-RI di Geneva (2000 & 2002).

• Nara Sumber dalam Seminar tentang isu Acheh di Kôln, Jerman tahun 2002, wakil Acheh Merdeka.

• Pemimpin Redaksi ASNLF.com, Denmark (periode: 2002-2005)

• Salah seorang wakil Acheh Merdeka dalam Seminar tentang Isu Acheh di Finlandia, 2003.

• Director “Institute for Ethnics Civilization Research”, Denmark 2007.

Penggagas Konferensi Gayo Sedunia tahun 2010. Belum terlaksana.

• Dicalonkan oleh 13 Perwakilan wilayah negara Acheh Darussalam, untuk disumpah dan dilantik menjadi PERDANA MENTERI ACHEH DARUSSALAM pada 3 Desember, 2020. 


Perenungan keseorangan –yang saya alami sejak tahun 2005–2008 meringkuk dalam penjara intelektual kesendirian, walau tidak kesepian– bangkit  memberontak  melawan diri saya sendiri, untuk tidak terperangkap kedalam jaringan politik Acheh Merdeka, yang merubah aqidah perjuangan dari mendirikan Acheh Darussalam sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, berubah menjadi sebuah pemerintahan kolonial yang disepakati lewat kontrak politik –MoU  Helsinki– tahun  2005, sekaligus para juru runding Acheh Merdeka menjadi jongos penjajah di Acheh. Saya nekad menyatakan keluar secara tertulis (resmi) dari permainan politik di bawah pimpinan Malik Mahmud dan Zaini Abdullah pada 19 Agustus 2005, berlaku surut sejak 15 Agustus 2005; walau pun terpaksa menerima resiko –terisolasi  dari kalangan pejuangan Acheh Merdeka– di luar negeri, bahkan terjadi pembunuhan karakter terhadap diri saya. Yusrahabib dianggap virus berbahaya pasca penandatangan MoU Helsinki dan pengkhianat, karena tidak taat kepada kepemimpinan Malik Mahmud di Stockholm, Sweden dan menolak hasil MoU Helsinki. Perlahan-lahan rasa euforia dan gelombang amukan sentimen tanpa dibalut dengan ilmu pengetahuaan reduk dan ambruk. Apa yang terjadi kemudian, ”apa yang abang tulis dalam media sosial tentang MoU Helsinki  ternyata semua benar.”  Kata Tengku Ramli, mantan Anggota DPRA kepada saya, saat masih hidup dan berjumpa di Airport Iskandar Muda, Banda Acheh. Selain itu, di bulan Juli 2016, Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf secara terpisah, kedua-duanya mengundang saya bertemu. Perjumpaan dengan Zaini Abdullah, saya didampingi oleh Sulaiman Abda (Ketua Golkar Acheh pada masa itu) dan perjumpaan dengan Muzakkir, saya didampingi oleh Prof. Dr. Abubakar Karim. Saya penuhi ajakan ini dan meminta pandangan tentang kondisi politik Acheh ketika itu. Saya tiada beban moral apa pun untuk mengutarakan pandangan pribadi. Pada masa yang sama, kerap diundang menjadi nara sumber dalam pelbagai forum ilmiah di Unsyiah, UIN, Universitas Gajah Putih, civitass budayawan Gayo dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) serta pegiat budaya dan aktivis Mahasiswa HMI serta membedah beberapa buku yang saya tulis. Kalangan cendekiwaan dan penulis di Acheh mengenali saya sebagai mantan Ketua Biro Penerangan Acheh Merdeka di Kuala Lumpur, Malaysia (1990-1998) dan di Eropah (periode:1998-2005)dan penulis.



Ketika nama saya tidak lagi mencuat dalam media sosial, ramai bertanya: kemana pergianya yusrahabib?; hinggakan seorang wartawan Serambi Indonesia memberanikan diri menghubungi dan menawarkan saya supaya menulis di kolom Opini Serambi Indonesia. Berbulan-bulan tawaran tersebut saya fikirkan laba-ruginya, untuk kemudian diputuskan untuk menulis sebuah artikel berjudul: Partai Lokal di kolom Opini Serambi Indonesia, februari 2008. Sebelumnya, saya juga dikenali sebagai penulis Malapetaka Di Bumi Sumatera, 1993 dan Mengapa Sumatera Menggugat tahun 2000.  Pasca dimuatnya artikel Partai Lokal itulah, para pecandu kolom Opini Serambi mulai ´gatal´ komentar: ” yusrahabib muncul lagi”?  Bermula dari sini, Ampuh Devayan, disusul kemudian oleh Arif Ramdhan (pengasuh Opini Serambi pada masa itu), terus-menerus menagih  supaya tetap bersedia menyumbangkan buah fikiran untuk dinikmati penimat opini Serambi. Para peminat ini, bukan saja berlatar belakang PNS, pedagang dan rakyat jelata, akan tetapi juga kalangan intelektual (Dosen dan Guru Besar Unsyiah dan UIN Darussalam), peniaga, politisi, dll., turut terbius akibat ramuan artikel yang disajikan. Buktinya, saat saya bertemu dengan beberapa Dosen Unsyiah (peminat Opini Serambi) mengaku: ”Seluruh tulisan Tengku di Opini Serami Indonesia, saya kliping dan simpan sebagai arsip pribadi.” ”Alhamdulillah”, jawab saya. Begitu juga ketika saya berjumpa dengan seorang budayawan Gayo, berasal dari Kampung Kabayakan: ”Seluruh karyamé simuat wan Opini Serambi Indonesia, bènné kukemasen wan bentuk kliping, berijin Tengku.”

 

Yang paling fantastis dari beberapa karya itu adalah, artikel berjudul: ”ALA: Sejarah Acheh Yang Terkoyak”. Bayangkan saja, dalam dua hari saja, semua stock habis terjual di pasaran dan masyarakat gayo memohon, supaya untuk edisi ini dicetak ulang. Pihak Serambi menyanggupi dan secara sepintas memaklumkan kepada saya. Akhirnya, sejak tahun periode: (2008-2019), diperhitungkan lebih dari 70 artikel dimuat dalam kolom Opini Serambi Indonesia, belum lagi dalam media sosial lainnya. Memandangkan itulah, saya berfikir dan menyimpulkan bahwa, sebaiknya seluruh karya ini dihimpun dan  diterbitkan dalam bentuk buku, supaya para peminat dapat menikmati semula, sekaligus dapat digunakan sebagai referensi ilmiah untuk kajian-kajian pelbagai isu Acheh.  Sebuah fakta yang tidak dapat dinafikan bahwa, buat sementara ini –atau mungkin juga buat selama-lamanya– nama yusrahabib di-black list, bermula  sejak akhir tahun 2020, tahun berdirinya Pemerintah Negara Acheh Darussalam (PNAD), 3 Desember 2020 – sekarang. Sebuah artikel ilmiah tentang kisah Tengku Thjik Di Tiro Muhammad Saman saya kirim ke Serambi, ternyata ditolak mentah-mentah dan mengabarkan: ”ma´af, nama abang terpaksa di-black list, karena kami tidak mau berurusan dengan pihak aparat keamanan di Acheh. Nama Abang dirindukan…… tapi kini rindu terlarang!”


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update